Zamzam Muhammad
Penulis: George Orwell
Penerbit: Bentang, Yogyakarta
Di Peternakan Manor,
sebagaimana juga lazim terjadi di tempat lain, hewan dijadikan sarana oleh
manusia untuk memproduksi sesuatu. Pemilik peternakan bernama Pak Jones
mengambil telur, daging atau susu dari ayam, babi dan sapi untuk dijual atau
dikonsumsi sendiri. Ia memaksa sapi untuk menarik bajak agar tanah menjadi
gembur. Selain itu, kuda disuruh Pak Jones menarik kereta berisi barang-barang
dagangan. Hewan-hewan itu merasa ditindas, sampai akhirnya memutuskan untuk
melawan! Peristiwa yang disebut dengan "revolusi binatang" ini punya tujuan menggulingkan
kekuasaan manusia agar hewan di Peternakan Manor bebas dari penindasan sehingga semakin makmur sejahtera.
Revolusi Binatang berjalan mulus. Pak Jones berhasil
ditendang keluar dari peternakan. Kursi kepemimpinan peternakan dilimpahkan
kepada hewan terpintar dan koordinator aksi revolusi binatang: Babi.
Paska revolusi, babi bernama Napoleon dan Snowball memegang
kekuasaan atas peternakan binatang. Namun di tengah jalan, mereka pecah kongsi
hingga akhirnya Napoleon berhasil mendepak Snowball dari peternakan. Peternakan
binatang semakin suram. Di era kekuasaan babi ini, kuda, ayam, biri-biri, sapi,
menjalani kehidupan yang semakin keras daripada ketika zaman Pak Jones. Namun
sulitnya hidup tidak memancing mereka untuk protes. Karena Napoleon selalu
berkata, peternakan binatang hidup atas dasar kedaulatan dan kemandirian.
Biarlah kerja kita semakin keras, yang penting harga diri binatang tidak
diinjak-injak lagi. Kita hidup atas jerih payah sendiri. Itu lebih baik
daripada bisa makan, namun bergantung pada jatah yang diberi oleh Pak Jones.
Para binatang manggut-manggut. Bisa jadi memang setuju. Bisa juga karena takut dibunuh
Napoleon. Sebab di bawah pemerintahan babi bernama Napoleon ini, tidak setuju
berarti makar.
Di saat yang bersamaan, para babi justru mendapat hak
istimewa. Jatah dan jenis makanan mereka berbeda. Jenis kerja mereka berbeda.
Tempat tinggal mereka berbeda. Hak istimewa ini diperoleh karena babi
menganggap diri mereka dikutuk sebagai hewan pintar sehingga ditugasi melakukan
kerja-kerja pikiran yang tidak bisa dilakukan hewan lain, demi masa depan
peternakan binatang. Babi sungguh mendapatkan kenikmatan dan kenyamanan di
peternakan binatang era baru ini.
Meskipun kehidupan
hewan makin menyedihkan, dan semakin jauh dari cita-cita awal revolusi, toh
mereka tidak melawan Napoleon. Bahkan makin percaya dengan retorika Napoleon.
Napoleon selalu berkotbah bahwa di bawah pemerintahan babi, kehidupan hewan
makin baik dan bermartabat daripada ketika era pemerintahan manusia.
Hewan-hewan percaya pada retorika ini. Bahkan ketika melihat para babi mulai
berjalan menggunakan dua kaki, hewan-hewan masih percaya bahwa di bawah babi,
kehidupan mereka tetap lebih baik.
Novel ini berpesan pada kaum revolusioner bahwa revolusi
tidak selalu berujung pada tercapainya tujuan-tujuan awal, seperti kesejahteraan,
keadilan dan kesetaraan. Ini karena, pertama, revolusi rentan
ditunggangi oleh kekuatan politik yang memiliki ambisi pribadi. Meskipun jargon
kesetaraan diserukan, namun pemisahan kelas tetap akan terjadi, apapun itu
alasannya. Dan dalam pemisahan itu akan diikuti oleh pembedaan lelehan kue kemakmuran.
Kedua, pada saat memegang kekuasaan, maka logika politics as usual
yang akan terjadi. Dalam logika politik as usual, yang dipikirkan oleh
penguasa adalah bagaimana mempertahankan dan menambah kekuasaan. Ketiga, pemerintahan
sosialis revolusioner akan tetap terjebak dalam “sistem pertukaran”
internasional. Sebagaimana sering digembar-gemborkan dalam jargon revolusi
bahwa pemerintahan baru akan mengambil jarak dengan negara-negara lain karena
dianggap berbeda ideologi. Jargon ini ilusi belaka karena melawan hukum alam
yang menyatakan bahwa sumber daya selalu tersebar. Selain itu, alasan keamanan
juga isu penting yang harus diperhatikan oleh negara sosialis-revolusioner. Melakukan
kerjasama pertukaran sama artinya dengan mengatakan bahwa kompromi diperlukan.
Di atas segalanya, Animal Farm menunjukkan ironi yang
memekakkan. Di satu sisi, revolusi hanya bisa terjadi ketika terdapat kepemimpinan
yang mampu menggerakkan lautan massa tertindas. Namun di sisi lain,
pemerintahan revolusioner hanya akan bertahan jika lautan massa itu tetap
powerless atau tuna kuasa, baik itu dari
modal ekonomi, sosial, atau intelektual. Sehingga inilah yang terjadi: revolusi
awalnya, sama saja akhirnya.
No comments:
Post a Comment