Zamzam Muhammad
Review buku:
Proses Kreatif (Jilid I): Mengapa dan Bagaimana Saya Mengarang
Penulis: Pramoedya Ananta Toer, dkk
Editor: Pamusuk Erneste
Penulis: Pramoedya Ananta Toer, dkk
Editor: Pamusuk Erneste
Penerbit: KPG, Jakarta
Autobiografi selalu menarik untuk dibaca. Karena dengannya
kita bisa belajar, bagaimana seorang biasa bisa menjadi legenda. Autobiografi mengajarkan pada kita bahwa kesuksesan tidak bisa instan.
Selalu ada air mata untuk menjadi juara. Ada perjuangan untuk untuk meraih
keberhasilan.
Kita pun selalu bertanya. Bagaimana sih seseorang berjuang untuk meraih kemenangan. Bagi para penulis
pun sama. Bagaimana ya penulis-penulis besar itu mampu melahirkan karya
menakjubkan itu. Ada rasa penasaran bagi penulis pemula untuk selalu mengetahui
kisah kehidupan teladannya. Harapannya sederhana. Semoga saja bisa ketularan
sukses kalau kita teladani proses perjuangannya.
Dan memang dibalik karya besar, selalu ada proses yang
mendahului. Proses inilah yang disebut dengan proses kreatif. Suatu proses yang
harus dilalui oleh seseorang untuk melahirkan sebuah karya. Buku berjudul
Proses Kreatif ini sangat pas dibaca oleh penulis pemula yang sedang mencari
semangat untuk berkarya.
Buku ini menyuguhi pembaca tentang proses kreatif yang
dilalui para sastrawan Indonesia dalam menciptakan sebuah karya. Buku ini
merupakan bunga rampai. Jadi, ini buku bukan ditulis oleh satu orang. Melainkan,
para sastrawan itu sendiri yang bercerita, bagaimana proses mereka menulis karya
sastra.
Dalam buku ini, banyak sastrawan yang mau berbagi cerita. Mulai
dari para penyair, cerpenis, dan novelis. Masing-masing dari mereka punya
cerita. Hamsad Rangkuti, misalnya, mengaku memiliki bakat alam untuk menjadi
seorang penulis cerita. Sejak kecil Hamsad gemar mengembangkan
imajinasinya. Misalnya, di rumah tetangga ada gadis cantik melamun di balik jendela. Maka segera ia
membayangkan sedang melompati jendela rumah gadis itu, mengajaknya bicara, memeluknya
dan mencumbunya dengan mesra. Ketika bermain di sungai, Hamsad membayangkan
dirinya menjadi Jaka Tarub yang mencuri selendang para peri. Bagi Hamsad,
mengembangkan imajinasi adalah kunci yang membuka pintu dunia kesusastraan. Baru
setelah itu, dia membutuhkan belajar teknik-teknik menulis.
Ada juga cerita dari Umar Kayam. Baginya, proses kreatif
merupakan pengalaman yang sangat pribadi sifatnya. Maksudnya, setiap karya punya cerita dibalik penciptaannya. Maka kalau ditanya bagaimana proses kreatif melahirkan
karya, akan sulit dijawab. Bahkan Umar Kayam menganggap itu “pertanyaan edan”. Namun ada satu yang bisa dicatat.
Setiap penulis harus benar-benar menyelami tema kehidupan yang akan
dituliskannya. Pernah Umar Kayam ditanya tentang kesukaannya menulis cerita dengan
latar kehidupan Amerika. Padahal dirinya kan orang Indonesia. Dengan santai beliau menjawab
bahwa ketika menulis itu dia sedang di Amerika. Sehingga pengalaman paling pribadi
saat itu ya tentang Amerika.
Soal kedekatan penulis dengan tema kehidupan yang akan
ditulis juga menjadi perhatian khusus Pramoedya Ananta Toer. Bagi Pram, begitulah
dirinya akrab disapa, pengalaman intensif merupakan salah satu syarat penting
dalam melahirkan sebuah karya. Pram menceritakan bagaimana sebuah pengalaman intensif
berjasa dalam melahirkan karya Perburuan dan
Keluarga Gerilya. Pengalaman intensif kemuakannya terhadap Jepang adalah
bahan bakar menciptakan Perburuan. Sedangkan
pengalaman intensif semasa menjadi tentara kemerdekaan berjasa dalam melahirkan
Keluarga Gerilya.
Bagi Pram, proses kreatif melahirkan suatu karya membutuhkan
adanya Gunung, Matahari dan Kuil. Tanpa satu dari ketiga itu, suatu karya tidak
akan terwujud. Gunung adalah pengalaman intensif yang dimiliki oleh setiap
orang. Lantaran masing-masing orang punya pengalaman hidup, maka akan selalu
ada bahan cerita untuk dituliskan. Namun tidak semua orang yang punya Gunung dapat
menciptakan karya. Gunung membutuhkan Matahari untuk selalu hidup.
Matahari adalah
karakter atau sikap mental yang tidak dimiliki oleh setiap manusia, seperti
keberanian, tanggungjawab, kejujuran, kemauan berusaha, tidak mudah putus asa.
Jadi sia-sia belaka seorang yang punya banyak pengalaman membaca, tapi tidak
punya keberanian dalam menyatakan pikiran dalam tulisan. Dijamin, tidak akan
ada satu karyapun yang akan tercipta.
Terakhir, Gunung dan Matahari harus
dilengkapi dengan Kuil. Yang dimaksud dengan Kuil di sini adalah ilmu, atau
bisa disebut dengan teknik menulis. Sehingga, dengan memiliki Gunung, Matahari
dan Kuil, sebuah karya tinggal menunggu waktu kelahirannya.
Buku ini tidak hanya memberikan kesempatan bagi Hamsad,
Umar, dan Pram, untuk bercerita. Ada sastrawan besar lain yang ikut berbagi
pengalaman bagaimana proses kreatifnya dalam melahirkan karya sastra. Ada Sitor
Situmorang, Gerson Poyk, Nasjah Djamin, Sapardi Djoko Damono, Sori Siregar,
Danarto, Hamsad Rangkuti, Satyagraha Hoerip, Abdul Hadi W.M, dan M. Poppy
Donggo Hutagalung. Menarik sekali mengikuti pengalaman mereka.
Jadi, mulai sekarang jangan ada yang protes: sukses memang butuh
proses!
No comments:
Post a Comment