Jadilah
guru, kembalilah ke Muhammadiyah. Jadilah dokter, kembalilah ke Muhammadiyah.
Jadilah meester, insiyur, dan lain-lain dan kembalilah kepada Muhammadiyah
(K.H. Achmad Dachlan)
Setengah abad sudah umur Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah. Di rentang waktu ini, sudah banyak yang dilakukan oleh IMM. Apalagi mengingat gempuran budaya pop yang menyerang kampus, menurunnya gairah akademis di kampus, peran IMM semakin terasa saja. Saat kampus tidak memupuk tradisi akademis seperti membaca menulis diskusi, saat kampus absen mengintrodusir wacana kebangsaan, saat kampus gagal menanamkan nilai kepemimpinan, saat kampus tiarap mengurusi masalah moral anak bangsa, IMM justru mengambil semua peran itu.
Namun demikian, tidak sedikit kritik yang dialamatkan
pada IMM, yaitu kurangnya kontribusi di tengah masyarakat. Namun pernyataan ini
juga memiliki problematik tersendiri. Persoalannya, apa saja yang dimaksud
dengan kontribusi itu sendiri? apakah melakukan advokasi kelompok masyarakat
marjinal ekonomi/sosial? apakah ukur-ukurannya adalah demonstrasi? apakah
melakukan penggalangan dana bencana alam? ataukah yang lain?
Terlepas dari beragamnya ukuran, ada opini umum yang
mengatakan bahwa IMM masih perlu lebih banyak berperan di masyarakat. Apalagi
jika mengingat sekarang adalah tahunnya politik, yang mana semua elemen
masyarakat tidak bisa tidak bicara politik praktis. Termasuk juga IMM, yang
sedikit banyak terpengaruh oleh magnitude
politik praktis. Maka menjadi signifikan rasanya tema muktamar IMM setengah
abad ini: “Membumikan Gerakan Untuk Indonesia Berkemajuan”
Bagi IMM, yang dimaksud dengan membumikan gerakan
banyak macamnya. Ini mengingat tujuan IMM adalah membentuk “akademisi”. Istilah
akademisi tentu berbeda dengan intelektual. Yang pertama disebut memiliki makna
lebih khusus daripada yang kedua. Akademisi adalah intelektual yang
terdomestifikasi di kampus. Ia kemudian bisa dipilah menjadi akademisi
“bergenre” sosial dan eksakta. Bisa dibagi lagi menjadi akademisi politik,
sosiologi, pertanian, peternakan, farmasi, dsb. IMM tidak ingin meleburkan
ragam latar belakang genre keilmuan ini menjadi satu saja. Ini adalah pilihan
bagus, mengingat persoalan di Indonesia bersifat multi aspek dan multi suspect.
Mengingat berasal dari berbagai latar belakang
keilmuan, manifestasi amal kader IMM seharusnya tidak seragam. Yang berstatus
akademisi pertanian silakan mengamalkan ilmu pertaniannya di masyarakat. Yang
berasal dari teknik sipil, silakan mengamalkan ilmu tekniknya di masyarakat.
Pemilihan istilah akademisi pada gilirannya akan mendorong gerakan IMM
seharusnya menjadi lebih kultural daripada jika memilih istilah intelektual
yang mengandaikan adanya gerakan yang bersifat cenderung politis.
Persoalannya, pada praktiknya yang terjadi bukan
seperti itu. Demonstrasi nampaknya masih menjadi modal simbolik yang
seolah-olah harus dilakukan sebagai gerakan mahasiswa, termasuk IMM. Berarti,
ada gap antara teori dan praktik.
Secara teori IMM seharusnya menjadi akademisi dengan amaliyah yang bercorak
kultural, sementara itu pada praktik IMM justru condong menjadi intelektual
dengan amaliyah yang bercorak politis-populer.
Selain memperjelas kerangka konseptual mengenai
pemilihan konsep akademisi dan intelektual dan operasionalisasi amaliyahnya,
IMM juga ditantang membuat desain gerakan yang tidak menegasikan berbagai macam
latar belakang keilmuan. Ada kecenderungan sekarang gerakan IMM cenderung
politis-populer sehingga menyebabkan kader berlatar belakang eksakta merasa
tidak bisa berperan. Fenomena ini sering ditemui oleh penulis. Pembenahan
terhadap persoalan ini tidak bisa diatasi secara kultural namun harus ada
pembenahan struktural. Sehingga perubahanannya tak sekedar temporer, namun ada
pergeseran paradigmatik dalam desain gerakan.
Di tengah zaman yang kerusakannya multi aspek dan
multi suspect, beragamnya latar
belakang keilmuan kader IMM adalah modal untuk bergerak. Tantangannya tinggal
menemukan pola yang tepat agar keragaman ini bisa saling bertalian, berada
dalam satu barisan yang kokoh dalam rangka amar maruf nahi munkar. Mengambil
sprit dalam surat As-Saff: “Sesungguhnya
Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur
seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” Harus kita
ingat, maju bersama bukanlah menghomogenisasi bentuk gerakan, namun lebih pada
mengharmonisasi perbedaan keilmuan dalam satu barisan dan mengaktualisasikan
secara bersama-sama secara terukur dan teratur. Dengan cara inilah gerakan IMM dibumikan.
No comments:
Post a Comment