Tuesday, June 3, 2014

AKADEMISI LHO YA, BUKAN INTELEKTUAL


Zamzam Muhammad Fuad

Jadilah guru, kembalilah ke Muhammadiyah. Jadilah dokter, kembalilah ke Muhammadiyah. Jadilah meester, insiyur, dan lain-lain dan kembalilah kepada Muhammadiyah (K.H. Achmad Dachlan)

Setengah abad sudah umur Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah. Di rentang waktu ini, sudah banyak yang dilakukan oleh IMM. Apalagi mengingat gempuran budaya pop yang menyerang kampus, menurunnya gairah akademis di kampus, peran IMM semakin terasa saja. Saat kampus tidak memupuk tradisi akademis seperti membaca menulis diskusi, saat kampus absen mengintrodusir wacana kebangsaan, saat kampus gagal menanamkan nilai kepemimpinan, saat kampus tiarap mengurusi masalah moral anak bangsa, IMM justru mengambil semua peran itu.

Namun demikian, tidak sedikit kritik yang dialamatkan pada IMM, yaitu kurangnya kontribusi di tengah masyarakat. Namun pernyataan ini juga memiliki problematik tersendiri. Persoalannya, apa saja yang dimaksud dengan kontribusi itu sendiri? apakah melakukan advokasi kelompok masyarakat marjinal ekonomi/sosial? apakah ukur-ukurannya adalah demonstrasi? apakah melakukan penggalangan dana bencana alam? ataukah yang lain?

Terlepas dari beragamnya ukuran, ada opini umum yang mengatakan bahwa IMM masih perlu lebih banyak berperan di masyarakat. Apalagi jika mengingat sekarang adalah tahunnya politik, yang mana semua elemen masyarakat tidak bisa tidak bicara politik praktis. Termasuk juga IMM, yang sedikit banyak terpengaruh oleh magnitude politik praktis. Maka menjadi signifikan rasanya tema muktamar IMM setengah abad ini: “Membumikan Gerakan Untuk Indonesia Berkemajuan”

Bagi IMM, yang dimaksud dengan membumikan gerakan banyak macamnya. Ini mengingat tujuan IMM adalah membentuk “akademisi”. Istilah akademisi tentu berbeda dengan intelektual. Yang pertama disebut memiliki makna lebih khusus daripada yang kedua. Akademisi adalah intelektual yang terdomestifikasi di kampus. Ia kemudian bisa dipilah menjadi akademisi “bergenre” sosial dan eksakta. Bisa dibagi lagi menjadi akademisi politik, sosiologi, pertanian, peternakan, farmasi, dsb. IMM tidak ingin meleburkan ragam latar belakang genre keilmuan ini menjadi satu saja. Ini adalah pilihan bagus, mengingat persoalan di Indonesia bersifat multi aspek dan multi suspect.

Mengingat berasal dari berbagai latar belakang keilmuan, manifestasi amal kader IMM seharusnya tidak seragam. Yang berstatus akademisi pertanian silakan mengamalkan ilmu pertaniannya di masyarakat. Yang berasal dari teknik sipil, silakan mengamalkan ilmu tekniknya di masyarakat. Pemilihan istilah akademisi pada gilirannya akan mendorong gerakan IMM seharusnya menjadi lebih kultural daripada jika memilih istilah intelektual yang mengandaikan adanya gerakan yang bersifat cenderung politis.

Persoalannya, pada praktiknya yang terjadi bukan seperti itu. Demonstrasi nampaknya masih menjadi modal simbolik yang seolah-olah harus dilakukan sebagai gerakan mahasiswa, termasuk IMM. Berarti, ada gap antara teori dan praktik. Secara teori IMM seharusnya menjadi akademisi dengan amaliyah yang bercorak kultural, sementara itu pada praktik IMM justru condong menjadi intelektual dengan amaliyah yang bercorak politis-populer.

Selain memperjelas kerangka konseptual mengenai pemilihan konsep akademisi dan intelektual dan operasionalisasi amaliyahnya, IMM juga ditantang membuat desain gerakan yang tidak menegasikan berbagai macam latar belakang keilmuan. Ada kecenderungan sekarang gerakan IMM cenderung politis-populer sehingga menyebabkan kader berlatar belakang eksakta merasa tidak bisa berperan. Fenomena ini sering ditemui oleh penulis. Pembenahan terhadap persoalan ini tidak bisa diatasi secara kultural namun harus ada pembenahan struktural. Sehingga perubahanannya tak sekedar temporer, namun ada pergeseran paradigmatik dalam desain gerakan.


Di tengah zaman yang kerusakannya multi aspek dan multi suspect, beragamnya latar belakang keilmuan kader IMM adalah modal untuk bergerak. Tantangannya tinggal menemukan pola yang tepat agar keragaman ini bisa saling bertalian, berada dalam satu barisan yang kokoh dalam rangka amar maruf nahi munkar. Mengambil sprit dalam surat As-Saff: “Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” Harus kita ingat, maju bersama bukanlah menghomogenisasi bentuk gerakan, namun lebih pada mengharmonisasi perbedaan keilmuan dalam satu barisan dan mengaktualisasikan secara bersama-sama secara terukur dan teratur. Dengan cara inilah gerakan IMM dibumikan. 

No comments:

Post a Comment