Saturday, February 3, 2018

BELAJAR PADA SASTRAWAN BESAR

Zamzam Muhammad


Review buku: 
Proses Kreatif (Jilid I): Mengapa dan Bagaimana Saya Mengarang 
Penulis: Pramoedya Ananta Toer, dkk
Editor: Pamusuk Erneste
Penerbit: KPG, Jakarta

Autobiografi selalu menarik untuk dibaca. Karena dengannya kita bisa belajar, bagaimana seorang biasa bisa menjadi legenda. Autobiografi mengajarkan pada kita bahwa kesuksesan tidak bisa instan. Selalu ada air mata untuk menjadi juara. Ada perjuangan untuk untuk meraih keberhasilan.

Kita pun selalu bertanya. Bagaimana sih seseorang berjuang untuk meraih kemenangan. Bagi para penulis pun sama. Bagaimana ya penulis-penulis besar itu mampu melahirkan karya menakjubkan itu. Ada rasa penasaran bagi penulis pemula untuk selalu mengetahui kisah kehidupan teladannya. Harapannya sederhana. Semoga saja bisa ketularan sukses kalau kita teladani proses perjuangannya.

Dan memang dibalik karya besar, selalu ada proses yang mendahului. Proses inilah yang disebut dengan proses kreatif. Suatu proses yang harus dilalui oleh seseorang untuk melahirkan sebuah karya. Buku berjudul Proses Kreatif ini sangat pas dibaca oleh penulis pemula yang sedang mencari semangat untuk berkarya. 

Buku ini menyuguhi pembaca tentang proses kreatif yang dilalui para sastrawan Indonesia dalam menciptakan sebuah karya. Buku ini merupakan bunga rampai. Jadi, ini buku bukan ditulis oleh satu orang. Melainkan, para sastrawan itu sendiri yang bercerita, bagaimana proses mereka menulis karya sastra.

Dalam buku ini, banyak sastrawan yang mau berbagi cerita. Mulai dari para penyair, cerpenis, dan novelis. Masing-masing dari mereka punya cerita. Hamsad Rangkuti, misalnya, mengaku memiliki bakat alam untuk menjadi seorang penulis cerita. Sejak kecil Hamsad gemar mengembangkan imajinasinya. Misalnya, di rumah tetangga ada gadis cantik melamun di balik jendela. Maka segera ia membayangkan sedang melompati jendela rumah gadis itu, mengajaknya bicara, memeluknya dan mencumbunya dengan mesra. Ketika bermain di sungai, Hamsad membayangkan dirinya menjadi Jaka Tarub yang mencuri selendang para peri. Bagi Hamsad, mengembangkan imajinasi adalah kunci yang membuka pintu dunia kesusastraan. Baru setelah itu, dia membutuhkan belajar teknik-teknik menulis.  

Ada juga cerita dari Umar Kayam. Baginya, proses kreatif merupakan pengalaman yang sangat pribadi sifatnya. Maksudnya, setiap karya punya cerita dibalik penciptaannya. Maka kalau ditanya bagaimana proses kreatif melahirkan karya, akan sulit dijawab. Bahkan Umar Kayam menganggap itu “pertanyaan edan”. Namun ada satu yang bisa dicatat. Setiap penulis harus benar-benar menyelami tema kehidupan yang akan dituliskannya. Pernah Umar Kayam ditanya tentang kesukaannya menulis cerita dengan latar kehidupan Amerika. Padahal dirinya kan orang Indonesia. Dengan santai beliau menjawab bahwa ketika menulis itu dia sedang di Amerika. Sehingga pengalaman paling pribadi saat itu ya tentang Amerika.

Soal kedekatan penulis dengan tema kehidupan yang akan ditulis juga menjadi perhatian khusus Pramoedya Ananta Toer. Bagi Pram, begitulah dirinya akrab disapa, pengalaman intensif merupakan salah satu syarat penting dalam melahirkan sebuah karya. Pram menceritakan bagaimana sebuah pengalaman intensif berjasa dalam melahirkan karya Perburuan dan Keluarga Gerilya. Pengalaman intensif kemuakannya terhadap Jepang adalah bahan bakar menciptakan Perburuan. Sedangkan pengalaman intensif semasa menjadi tentara kemerdekaan berjasa dalam melahirkan Keluarga Gerilya.

Bagi Pram, proses kreatif melahirkan suatu karya membutuhkan adanya Gunung, Matahari dan Kuil. Tanpa satu dari ketiga itu, suatu karya tidak akan terwujud. Gunung adalah pengalaman intensif yang dimiliki oleh setiap orang. Lantaran masing-masing orang punya pengalaman hidup, maka akan selalu ada bahan cerita untuk dituliskan. Namun tidak semua orang yang punya Gunung dapat menciptakan karya. Gunung membutuhkan Matahari untuk selalu hidup. 

Matahari adalah karakter atau sikap mental yang tidak dimiliki oleh setiap manusia, seperti keberanian, tanggungjawab, kejujuran, kemauan berusaha, tidak mudah putus asa. Jadi sia-sia belaka seorang yang punya banyak pengalaman membaca, tapi tidak punya keberanian dalam menyatakan pikiran dalam tulisan. Dijamin, tidak akan ada satu karyapun yang akan tercipta. 

Terakhir, Gunung dan Matahari harus dilengkapi dengan Kuil. Yang dimaksud dengan Kuil di sini adalah ilmu, atau bisa disebut dengan teknik menulis. Sehingga, dengan memiliki Gunung, Matahari dan Kuil, sebuah karya tinggal menunggu waktu kelahirannya.

Buku ini tidak hanya memberikan kesempatan bagi Hamsad, Umar, dan Pram, untuk bercerita. Ada sastrawan besar lain yang ikut berbagi pengalaman bagaimana proses kreatifnya dalam melahirkan karya sastra. Ada Sitor Situmorang, Gerson Poyk, Nasjah Djamin, Sapardi Djoko Damono, Sori Siregar, Danarto, Hamsad Rangkuti, Satyagraha Hoerip, Abdul Hadi W.M, dan M. Poppy Donggo Hutagalung. Menarik sekali mengikuti pengalaman mereka.

Jadi, mulai sekarang jangan ada yang protes: sukses memang butuh proses! 

No comments:

Post a Comment