Saturday, January 6, 2018

BELAJAR DARI SANTIAGO


  Zamzam Muhammad


Review buku: Lelaki Tua dan Laut
Penulis: Ernest Hemingway
Penerbit: KPG, Jakarta

Jika kau jadi nelayan, bagaimana perasaanmu kalau tidak pernah mendapat ikan? Santiago merasakannya. Selama 80 hari berturut-turut pancing dan jaring sudah dikerahkan. Tapi tak seekor ikanpun yang kena jebakan. 

Kisah Santiago mencari ikan itulah yang diceritakan oleh Ernest Hemingway dalam bukunya “The Old Man and the Sea”. Banyak pesan moral dalam novel itu. Di antaranya adalah kesabaran dan pentingnya melakukan perencanaan. 


Kalau Alva Edison berhasil menghidupkan lampu setelah ratusan percobaan, demikian juga Santiago. Ia mendapatkan ikan yang sangat besar (bahkan melebihi kapalnya!) setelah berlayar lebih dari 80 hari. Santiago pantang menyerah. Walau usia sudah tua, selama tangan dan kaki masih ada, ia masih merasa harus mengembangkan layar. Ini karena ia tidak mau mengandalkan hidup dari belas kasihan orang. Padahal banyak juga yang ingin membantunya. 

Santiago pantang menyerah. Dengan sisa-sisa kekuatannya, ia berniat melakukan perjalanan kapal terjauh demi menangkap ikan. Siapa tahu, semakin sulit perjalanan, semakin mudah dapat tangkapan. Namun kesabaran saja belum cukup mendatangkan kesuksesan tanpa ada perencanaan.

Setelah 80 hari berturut-turut gagal menangkap ikan, Santiago nekad arungi samudra luas yang terdalam. Namun semangat besarnya hanya ditopang oleh persiapan yang ala kadarnya: tali pancing yang terbatas, makanan dan minuman yang sedikit (itupun yang ngasih tetangga!), tidak mengajak nelayan lain, tombak yang seadanya. Mimpinya besar. Tapi persiapannya keterlaluan sederhananya. 

Maka ketika mendekati tengah samudra, ikan besar menyambar pancingnya. Santiago sangat senang. Tapi cuma sebentar. Karena ia menyadari kesulitan sedang menghadang di depan mata. Ia sadar bakal kesulitan untuk menaklukan ikan itu, dan tentu juga sulit untuk membawanya ke daratan. Ini karena tali pancing Santiago hanya cukup untuk menarik ikan-ikan kecil. Tangan Santiago juga tidak cukup kuat untuk menarik ikan besar itu. Dengan segala keterbatasan ini, hanya ada satu cara: membiarkan ikan itu berenang sampai lelah, dengan kail menancap di mulut ikan. 

Santiago terombang-ambing di laut. Bergerak kacau tanpa arah. Mengikuti kemana arah ikan berenang. Dengan sabar Santiago menunggu. Dan benar. Ikan itu lemas. Dengan sigap Santiago menariknya ke samping kapal, dan menusuk jantung ikan itu dengan tombak. Kini saatnya membawanya pulang. 

Santiago senang bukan kepalang. Ia membayangkan pujian dari para nelayan nanti saat sudah sampai rumah. Tapi di luar rencananya, kawanan hiu datang menghadang. Sekelompok hiu menyerang ikannya. Santiago hanya membawa tombak sangat terbatas. Padahal hiunya puluhan. Dengan segala peralatan yang dipunya, Santiago mengusir hiu itu satu-satu. Sebisanya. 

Tiap kali hiu datang, Santiago menghadang sambil meradang. Sebab Santiago bisa apa. Hiu mimiliki kekuatan dan ketajaman pada rahang. Nahas sekali. Daging ikan tangkapan Santiago dipretheli oleh kawanan hiu itu. Sesampainya di darat, ikan Santiago tinggal kepala dan tulang. 

Kisah Santiago mewariskan banyak pelajaran. Dalam berusaha, kita harus melakukan banyak persiapan.  Tidak hanya bersiap menangkap ikan. Namun juga bersiap bagaimana jika ikan sudah ditangkap. Banyak orang gagal karena menyerah sebelum menang. Namun banyak juga orang gagal karena tidak dapat mempertahankan kemenangannya. 

Sebab sesungguhnya, pintu kegagalan ada dua. Pada saat kita kalah. Dan pada saat kita menang. Maka persiapkan keduanya. Agar kemenanganmu abadi.

No comments:

Post a Comment